Seorang anak diculik oleh suku lain. Ia dibesarkan oleh orang tua angkatnya dan diajarkan untuk membenci sukunya sendiri. Satu hari, ia berhasil membunuh raja dari suku yang dibencinya tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui kemudian bahwa yang ia bunuh adalah ayah kandungnya sendiri. Kebencian membutakan matanya untuk mengenali orang tua kandungnya sendiri.
Betapa terkejutnya Saulus ketika Yesus berkata kepadanya bahwa ia telah menganiaya Diri-Nya (ay. 5). Ia menyangka selama ini sedang melakukan bakti kepada Allahnya. Ia telah dibutakan oleh kebenciannya terhadap orang Kristen.
Sementara mata Saulus buta (ay. 9), Tuhan memberikan kesempatan baginya untuk introspeksi. Terngiang di telinganya, khotbah Stefanus yang begitu jelas menunjukkan dari kitab suci orang Yahudi (Perjanjian Lama) bahwa Yesus adalah Juruselamat dan Tuhan yang diutus Allah.
Penyesalan memang selalu datang terlambat. Namun, bagi Tuhan ini adalah kesempatan untuk mempersiapkan Saulus setelah pertobatannya, untuk menjadi saksi-Nya kelak kepada lebih banyak orang daripada yang telah sempat ia aniaya bahkan bunuh saat mata rohaninya masih buta.
Apa pun masa lalumu, tidak bisa diubah lagi. Namun, Tuhan dapat memakai kamu, yang mata rohaninya telah dicelikkan untuk menjadi saksi-Nya di dunia berdosa ini. Maukah kamu?