Lain di mulut, lain di hati. Itu yang kita sebut munafik. Kemunafikan itu terbongkar akhirnya dengan perbuatan. Sering kali hal itu merupakan ambisi terselubung.
Sikap Gideon menolak tawaran bangsanya untuk menjadi raja memiliki alasan teologis yang benar (ay. 23). Yahwehlah Raja sejati atas Israel. Sayangnya, sikap Gideon selanjutnya justru menunjukkan ambisinya untuk memerintah atas Israel. Efod adalah pakaian yang dikenakan imam saat ia menjalankan fungsinya menjadi mediator/pengantara antara umat kepada Allah. Di atas efod ini berbagai ornamen keimaman diletakkan, termasuk Urim dan Tumim yang menjadi media untuk mencari kehendak Allah (lih. Kel. 28:4-14, 15, 30). Efod dan kekayaan menjadi jerat bagi Gideon dan keluarganya (ay. 26-27). Dengan efod, ia memerintah Israel. Dengan hartanya, ia mengawini banyak istri, hal yang justru dilarang Taurat untuk dilakukan seorang raja (Ul. 17:17).
Mengapa Gideon jatuh? Sehingga Israel pun jatuh (ay. 27)? Karena ia membiarkan kesombongan merasuki dirinya. Hal itu dimulai ketika ia merespons penolakan penduduk Sukot dan Pnuel untuk menolongnya sebagai penolakan terhadap dirinya secara pribadi. Gideon telah merampas kemuliaan kemenangan yang menjadi hak Tuhan.
Jaga hatimu dari ambisi tersembunyi! Segera kembalikan hormat dan kemuliaan kepada Tuhan!