Pada masa Perjanjian Lama, Roh Kudus diberikan Allah kepada orang tertentu yang dipilih-Nya untuk melaksanakan tugas tertentu, yang kadang disertai dengan jabatan sebagai otorisasinya. Ketika Allah memilih Saul untuk menjadi raja Israel, Allah mengurapinya dengan Roh Kudus sehingga Saul bisa memimpin pasukan Israel untuk mengalahkan musuh mereka, bani Amon, yang sedang mengancam Yabesh-Gilead (1Sam. 11:1-11).
Pemberian Roh Kudus itu tidak bersifat permanen. Bila tugas sudah selesai atau orang tersebut tidak melakukan kehendak-Nya, maka Roh Kudus bisa ditarik kembali. Sekali lagi contoh yang terlihat jelas ialah Raja Saul. Saat ia tidak taat pada pimpinan Allah, Allah menolak Saul dan memilih Daud menggantikan dia. Maka Roh Tuhan pun undur dari Saul, dan menguasai Daud (1Sam. 16:14, 13).
Roh Kudus tidak mengendalikan karakter orang yang diurapi-Nya. Orang tersebut bertanggung jawab untuk tunduk pada pimpinan Roh Kudus dan menyesuaikan karakternya dengan Allah. Simson adalah contoh yang nyata. Oleh kuasa Roh Kudus Simson sangat perkasa mengalahkan para musuhnya, tetapi motivasinya adalah untuk memuaskan hawa nafsunya atau untuk membalas dendam (lih. pasal 14-16).
Pada masa Perjanjian Baru, Roh Kudus dikaruniakan kepada semua orang percaya, melahirbarukan mereka untuk menjadi saksi-Nya.