Pernyataan unik ini muncul empat kali dalam lima pasal terakhir Hakim-hakim (ay. 6, 18:1, 19:1, 21:25). Banyak penafsir mengatakan bahwa kondisi amburadul kerohanian maupun moral Israel pada masa hakim-hakim itu terjadi karena tidak ada figur raja yang mempersatukan Israel. Sebenarnya pada periode kerajaan (1-2 Samuel, 1-2 Raja-raja), hampir tidak ada bedanya. Bukankah Tuhan memberikan para hakim kepada umat-Nya? Mungkin frasa tersebut harus dimengerti sebagai penolakan umat terhadap kepemimpinan yang berasal dari Allah. Sehingga, ?setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.? (ay. 6).
Hal pertama yang dicatat di pasal 17 ini ialah kemerosotan moral dan agama dalam satu keluarga. Mikha mencuri uang ibunya (ay. 2). Bersama ibunya, ia membuat berhala dan menyembahnya (ay. 4-5) bahkan menganggap berhala tersebut sebagai Tuhan (Yahweh) mereka (ay. 3, 13). Sikap si Lewi muda yang bersedia ditahbiskan Mikha sebagai imam bagi berhala tersebut (ay. 11-12), menunjukan bahwa kemerosotan itu terjadi juga pada suku yang dikhususkan Tuhan untuk pelayanan di kemah suci-Nya.
Menolak Allah sebagai Raja dalam hidup berakibat fatal. Kita hidup tanpa pedoman, pegangan, dan kepastian. Sudahkah kamu merajakan Tuhan dalam hidupmu?