Perceraian merupakan bukti nyata perbudakan dosa atas manusia. Semua orang menjadi egosentris, berpusat pada diri sendiri. Merasa keinginannya tidak tercapai, mudah sekali untuk menceraikan pasangannya. Padahal akibat perceraian bukan hanya dirasakan dan dialami oleh pasangan, tetapi terutama oleh anak-anak.
Apa alasan pasangan bercerai? Para rabi pada masa Yesus memaparkan berbagai alasan bercerai. Mulai dari alasan yang paling masuk akal, perselingkuhan, sampai kepada alasan sangat sepele, masakan hangus. Apa pun itu, perceraian tidak ada dalam kamus Allah yang telah meneguhkan pernikahan (ay. 7-9; Kej. 2:24). Menurut Yesus, Musa mengizinkan perceraian karena kekeraskepalaan mereka dan bukan karena kehendak Allah. Itu sebabnya setelah perceraian, tidak boleh ada lagi pernikahan (ay. 11-12).
Anak-anak selalu menjadi korban perceraian orang tuanya. Padahal anak-anak sangat berharga di mata Tuhan (ay. 14-16). Itu sebabnya, ada rumah tangga bertahan dikarenakan anak-anak mereka. Akan tetapi, seringkali karena egosentris suami dan istri, perceraian tidak bisa dihindarkan.
Apabila kejadian menyedihkan ini terjadi pada keluargamu, jangan putus harap kepada Allah. Tuhan Yesus bisa memulihkan keluarga yang hancur dengan kasih-Nya. Kamu harus kuat di dalam Tuhan. Bahkan Tuhan bisa memakaimu untuk memenangkan keluargamu kepada Kristus.